Buku Al-Adzkar Imam An Nawawi Ensiklopedi Dzikir dan Doa
Kode: BK1069
Harga :Rp. 180.000
Rp. 144.000 (Diskon)
Penulis : Imam Nawawi
Penerbit : Pustaka Arafah
Ukuran: 17,5 cm x 25 cm
Cover: Hard Cover
Berat: 1.450 Gram
Tebal: 792 halaman
Resensi:
Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam dan shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Buku ini mengungkap bacaan doa dan dzikir dalam kehidupan sehari-hari secara lengkap. Doa dan dzikir saat kita bangun tidur, saat beraktivitas dan menjelang kita tidur, seluruh aktivitas kita yang mengandung doz dan dzikir, Insya Allah terangkum dalam kitab ini. Memuat lebih dari 1100 pembahasan dzikir yang terbagi menjadi beberapa bab dan pasal.Kitab ini dikarang oleh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husain An-Nawawi Ad-Dimasyqi atau yang biasa dikenal Imam Nawawi. Beliau adalah ulama besar madzhab Syafi’i. Tentang keilmuan dan kefakihannya dalam masalah agama sudah tidak diragukan lagi.
Dzikir merupakan makanan pokok bagi hati setiap mukmin yang keberadaannya merupakan indikasi kesehatan dan kehidupannya. Dzikir juga ibarat bangunan-bangunan dalam sebuah negeri, yang tanpanya seolah sebuah negeri tanpa penghuni. Dzikir juga merupakan senjata bagi musafir untuk menumpas para perompak jalanan. Dzikir pun merupakan alat yang handal untuk memadamkan kobaran api yang membakar dan membumi hanguskan rumah insan. Demikianlah diungkapkan dalam “Tahdzib Madarijis Salikin”.
Rasulullah SAW juga pernah menggambarkan perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah seperti orang yang hidup, sementara orang yang tidak berdzikir kepada Allah sebagai orang yang mati “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan orang yang tidak berdzikir, adalah seumpama orang yang hidup dan mati”. (HR. Al-Bukhari). Seorang mukmin yang senantiasa mengajak orang lain untuk kembali kepada Allah, akan sangat memerlukan porsi dzikrullah yang melebihi daripada porsi seorang muslim biasa. Karena pada hakikatnya, ia ingin kembali menghidupkan hati mereka yang telah mati. Namun bagaimana mungkin ia dapat mengemban amanah tersebut, manakala hatinya sendiri redup remang-remang, atau bahkan juga turut mati dan porak-poranda.
Dari sini dapat diambil satu kesimpulan bahwa tidak mungkin memisahkan dzikir dengan hati. Karena pemisahan seperti ini pada hakikatnya sama seperti pemisahan ruh dan jasad dalam diri insan. Seorang manusia sudah bukan manusia lagi manakala ruhnya sudah hengkang dari jasadnya.