Kitab Syarh Qathrin Nada Wa Ballish Shada
Kode: KT348
Harga:
Rp. 132.700
Rp. 126.065 (Diskon)
Penulis : Jamaluddin bin Hisyam
Penerbit : Darul Kutub Al-Islamiyyah
Tebal: 678 Halaman
Dimensi: 18 cm x 25 cm
Sampul : Hard Cover
Berat: 595 gram
Resensi:
Kitab ini:”Kitab Syarah Qathrin Nada Wa Ballish Shada”, Kitab syarah ini karya ‘Abdullah Bin Shalih Al-Fauzan.
Kitab Qathr an-Nada wa Ball ash-Shada adalah salah satu referensi yang cukup terkenal. Kitab ini karya al-Imam Jamaluddin bin Hisyam al-Anshari.
Ibnu Hisyam dilahirkan di Kairo pada bulan Dzul Qa’dah tahun 708 H/1306 M, dan tumbuh di sana. Beliau mempelajari banyak ilmu pada masanya berupa nahwu, sharaf, fiqh, qiraat, tafsir, adab dan lughat di hadapan para masyaikh pada zamannya dengan penuh kesabaran. Beliau bersyair:
“Siapapun yang bersabar dalam menuntut ilmu, ia akan menggapai pencapaian. Siapapun yang ingin meminang kebaikan, hendaklah bersabar dalam pengorbanan.
Siapapun yang tidak menundukkan nafsunya dalam menggapai sesuatu yang mulia, maka ia akan hidup lama sebagai orang yang hina.”
Setelah beliau mendalami ilmu-ilmu ini kemudian beliau mengajar. Beliau mengajarkan ilmu bahasa Arab di Mesir dan Mekkah.
Adapun dalam aspek ilmu bahasa Arab, Ibnu Hisyam adalah seorang sastrawan, hanya saja beliau banyak berbeda dengan Abu Hayyan, salah seorang ahli nahwu pada masanya.
Statement Para Ulama Tentang Ibnu Hisyam:
Imam as-Subki berkata: “Ibnu Hisyam adalah ahli nahwu zamannya.” Sedangkan Syaikh ad-Damamini berkata kepada putra Ibnu Hisyam: “Andai saja Imam Sibawaih masih hidup, pastilah ia akan berguru kepada ayahmu dan membaca kepadanya.”
Ibnu Khaldun berkata: “Kami di Negeri Maroko, senantiasa mendengar kabar bahwa di Mesir ada seseorang bernama Ibnu Hisyam yang alim dalam ilmu bahasa Arab, yang lebih pakar dalam bidang nahwu melebihi Imam Sibawaih.”
Metodologinya dalam Bidang Nahwu:
Para pakar yang meneliti kitab-kitab karya Ibnu Hisyam mendapati bahwa manhaj/metodologinya dalam ilmu nahwu dibangun atas asas-asas berikut:
1. Menjadikan al-Quran sebagai sumber pertama serta asas dalam membangun kaidah nahwu, dan mentashih uslub-uslub bahasa Arab.
2. Bersandar pada sebagian qiraat untuk membangun sebagian kaidah nahwu.
3. Berdalil dengan hadits-hadits Nabi Saw. yang mulia.
4. Berdalil dengan syair-syair Arab. Catatan: di kalangan spesialis nahwu ada beberapa syair yang tidak bisa dijadikan hujjah. Adapun Ibnu Hisyam terkadang membawakan beberapa syair semacam ini untuk menjelaskan kekeliruan struktur kebahasaan dalam syair tersebut.
5. Beliau tidak terikat dengan madzhab nahwu tertentu. Dalam bidang nahwu dikenal madzhab besar; Bashrah dan Kuffah, serta ada beberapa madzhab lainnya. Secara umum beliau banyak bersandar pada madzhab Bashrah, hanya saja beliau juga mengambil madzhab Kuffah, atau bahkan madzhab-madzhab lainnya manakala beliau memandang dalil-dalil mereka lebih kuat dari dalil-dalil ulama-ulama madzhab Bashrah.
Selamat membaca, Selamat belajar.
Semoga bermanfaat.